Search This Blog

TRANSLATE THIS BLOG

Saturday, June 15, 2024

Hedonisme di Sosial Media

Pernahkah kalian merasa cemas melihat saldo rekening kalian yang terus menipis? Kalian tidak sendirian! Di balik layar kehidupan glamor di media sosial, ada banyak orang yang hidup dalam bayang-bayang hedonisme, merasakan keharusan untuk selalu tampil sempurna dan mengikuti tren terbaru. Ini bukan sekadar gaya hidup; ini adalah perangkap berbahaya yang bisa menghancurkan finansial kalian dan menyebabkan masalah mental dalam jangka waktu lama. Di post ini aku ingin ngobrol-ngobrol tentang fenomena show-off kebiasaan hedonisme yang membuat banyak orang kesulitan menabung. Kita sering lihat fenomena ini di sekitar kita, terutama di era media sosial yang serba glamor.

unsplash

Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama dalam hidup. Seringkali, gaya hidup hedonis membuat orang terus mencari kebahagiaan melalui konsumsi barang-barang mewah dan pengalaman yang mahal. Mereka mereka harga diri mereka dapat diukur dari materi. Sayangnya, ini sering kali menyebabkan masalah finansial, karena orang jadi sulit menabung dan mengatur keuangan dengan baik. 

Saat ini, banyak sekali orang yang senang sekali pencitraan di sosial media. Mereka sering menjalani hidup yang sebenarnya tidak mereka miliki hanya untuk terlihat estetik, cantik dan kaya di mata orang lain. Jujur, aku tidak peduli dengan apapun pencitraan itu, tetapi aku khawatir dengan dampaknya pada generasi muda yang masih bertumbuh. Ini akan sangat merusak mental, kebiasaan dan gaya hidup mereka. Dorongan untuk hedon dari para influencer tersebut membuat mereka jadi ingin ikutan dan tidak bisa menabung, bahkan bisa berujung terlilit hutang! Banyak gen-z dan milenial yang mengikuti gaya hidup influencer yang suka shopping berlebihan, yang tidak memberikan value apapun dalam jangka panjang. Hal ini membuat aku cukup khawatir, apalagi dengan banyaknya berita orang-orang yang terlilit hutang karena gaya hidup mereka. Sejak aku menjadi guru, aku menjadi concern dengan perkembangan diri dan mental generasi muda saat ini.

Sebagai milenial yang tumbuh dengan nilai-nilai hemat, aku merasa bersyukur diarahkan untuk hidup hemat sejak kecil, apapun kondisi ekonomi keluargaku. Ini membantuku mengatur uang dengan baik dan tidak terjebak dalam siklus konsumsi berlebihan. Nah, ini skill yang sayangnya tidak dimiliki oleh banyak orang, sehingga ekonomi mereka susah naik dan pada akhirnya banyak yang sering mengambil jalan pintas untuk terlihat kaya, yaitu dengan menggunakan pinjol.

Banyak orang menyalahkan kapitalisme atas semua ini. Memang benar, kapitalisme mendorong kita untuk terus membeli dan mengonsumsi, tapi kita tidak bisa sepenuhnya menghindarinya. Yang perlu kita ubah adalah apa yang kita konsumsi (nonton dan baca) untuk otak sehingga mempengaruhi kebiasaan dan cara pikir kita. Semua dimulai dari 'awareness', dan dengan post ini aku ingin memberikan sedikit kesadaran itu. Alih-alih mengikuti arus hedonisme, kita perlu belajar mengelola uang dengan bijak dan menempatkan nilai pada hal-hal yang lebih penting daripada sekedar penampilan luar.


Jadi, bagaimana kita bisa mengatasi godaan hedonisme dan mulai hidup dengan proyeksi ke depan?

1. Menetapkan Prioritas dan Tujuan Finansial yang Jelas:

Penting untuk memulai dengan menetapkan prioritas dan tujuan finansial yang konkret. Ini melibatkan membuat anggaran dan merencanakan pengeluaran berdasarkan kebutuhan utama seperti tagihan bulanan, tabungan, dan investasi. Dengan memiliki tujuan yang jelas, kita dapat fokus untuk menabung dan menghindari pengeluaran impulsif yang terkait dengan hedonisme.

2. Menghindari Godaan untuk Mengikuti Tren dan Membeli Barang yang Tidak Diperlukan:
Hedonisme seringkali mendorong seseorang untuk terus-menerus mengikuti tren dan membeli barang-barang yang tidak benar-benar dibutuhkan. Untuk mengatasi hal ini, penting untuk mengembangkan kesadaran diri tentang apa yang benar-benar penting dan bermanfaat bagi kehidupan kita. Sebelum membeli sesuatu, pertimbangkan apakah itu akan memberikan nilai jangka panjang atau hanya sekadar memenuhi keinginan sesaat.

3. Belajar Mengatakan "Tidak" pada Tekanan Sosial dan Pencitraan di Media Sosial:
Media sosial sering kali memperkuat hedonisme dengan menampilkan gaya hidup glamor dan pencitraan yang tidak selalu mencerminkan keadaan sebenarnya. Untuk mengatasi ini, penting untuk belajar mengatakan "tidak" pada tekanan sosial untuk tampil sempurna atau mengikuti gaya hidup yang mahal. Fokuslah pada nilai-nilai yang lebih penting seperti kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan.

4. Hindari Penggunaan Paylater atau Pinjaman Online (Pinjol):
Penggunaan paylater atau pinjol bisa memperburuk kecenderungan hedonisme dengan memungkinkan pengeluaran yang melebihi kemampuan finansial. Hal ini dapat memperbesar utang dan mempersulit proses menabung. Sebisa mungkin, hindari menggunakan layanan ini dan pilih untuk hanya membeli sesuatu jika memang sudah memiliki dana yang cukup.

5. Ikuti Orang-orang yang Membuatmu Bertumbuh Secara Karakter dan Memberikan Nilai:
Memilih lingkungan sosial yang positif sangat penting dalam mengatasi hedonisme. Ikuti orang-orang yang dapat memberikan inspirasi, pengembangan karakter, dan nilai-nilai positif. Bisa berupa teman, mentor, atau tokoh publik yang memiliki dampak positif dalam hidup kita. Mereka dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya menabung dan mengelola keuangan dengan bijak.


unsplash


Dengan beberapa cara ini, aku berharap kita bisa mulai mencoba mengendalikan keuangan kita dan membangun masa depan yang lebih stabil. Di saat kondisi finansial mulai stabil, tentu saja boleh sekali-kali kita self-reward atas kerja keras kita. Tetapi, tentukan berapa kali diri kita perlu self-reward, jangan sedikit-sedikit kita self-reward dan healing. Kapan kerjanya? :)

Ingat, kebahagiaan sejati tidak datang dari barang-barang mewah atau pengakuan orang lain, tapi dari rasa damai dan aman yang kita dapatkan dari hidup yang seimbang dan teratur. Setuju?


Tips Untuk Mencari Pasangan Yang Cocok