Search This Blog

TRANSLATE THIS BLOG

Thursday, June 15, 2023

MENINGGALKAN BRAND KESUKAAN DEMI CRUELTY-FREE

Saya adalah penggemar skii dan produk Jepang lainnya. Selain itu, saya juga suka menggunakan brand kosmetik ternama seperti CHANEL, Dior, YSL dan sejenisnya. Tetapi, sejak mata saya telah dibukakan dengan adanya pembongkaran habis-habisan mengenai praktek uji coba kepada hewan yang sangat kejam, saya tidak bisa tutup mata. Setiap saya menggunakan produk-produk dari brand kesukaan saya yang tidak cruelty-free, saya akan selalu bertanya kepada diri saya 'is this worth their suffering?' dan saya akan selalu menjawab NO.


Di rumah, saya merawat banyak hewan; saya menyebut mereka anabul (anak bulu), karena bagi saya mereka sudah seperti anak saya sendiri. Saya selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk mereka, sungguh saya tidak tega jika mereka sampai menderita. Setiap melihat foto kelinci di lab yang adalah korban animal testing, saya selalu teringat anabul di rumah. Mereka sangat nakal, namun saya sangat menyayangi mereka dengan sepenuh hati.

Sebagai animal lover, bagaimana saya bisa tetap menggunakan brand-brand yang setiap harinya menyiksa binatang di lab hanya untuk sebuah lipstik? Lipstik yang setelah dipakai tidak lama akan hilang...

sumber foto: google


Jujur, saya menyukai produk Jepang awalnya hanya karena saya suka dengan fashion Jepang. Dulu waktu kecil saya suka menonton anime, dan saat dewasa saya suka sekali Ghibli. Bagi saya dulu, brand-brand Jepang adalah holy grail yang terkadang saya sekarang berpikir apakah dulu saya hanya bias? Haha

Sedangkan untuk brand-brand seperti CHANEL, YSL, Dior, Lancome dan sebagainya; jujur saya hanya termakan iklan mereka yang bagus dan mewah. Saya memang suka barang fancy dan yang memiliki brand image yang bagus. Tetapi sebenarnya dari kualitas barang, banyak produk-produk kosmetik lain yang cruelty-free yang tidak kalah bagusnya kok. Hanya saja ya itu, mungkin karena saya juga adalah anak fashion dan fashion designer, brand-brand luxury memiliki makna tersendiri di dalam perjalanan hidup saya. Tetapi, saya sudah memutuskan bahwa untuk selanjutnya saya hanya akan membeli brand-brand yang cruelty-free dan no animal testing saja karena lebih sesuai dengan ethical value yang saya pegang. Selain itu, saya juga tidak merasa guilty dan lebih happy saat menggunakan produk-produk tersebut.

sumber foto: PETA

Selain itu, saya adalah penggila parfum (mungkin banyak pembaca yang sudah tahu). Seperti yang diketahui, saking banyaknya parfum saya, saya menjual mereka dalam bentuk decant kecil-kecil di Tokopedia agar lebih cepat habis. Apakah parfum juga di tes ke binatang? Tentu saja, walaupun saya tidak tahu bagaimana cara mereka di tes. Namun, di saat saya sedang melakukan riset saya pernah membaca kalau salah satu cara tesnya adalah parfumnya di semprotkan ke mata hewan untuk mengetes apakah aman terkena mata. Menurut saya bodoh sekali kalau sampai ada manusia yang dengan sengaja semprot parfumnya ke area mata, sehingga tes kejam kepada hewan tersebut sama sekali tidak perlu.

Parfum CHANEL adalah salah satu brand kesukaan saya, tetapi mereka menjual produk mereka di China yang berarti 100% mereka harus melakukan tes produk dulu ke hewan sebelum dijual ke pasar China. Saya sangat heran dengan regulasi China yang ini, padahal mereka memproduksi parfum palsu untuk di export ke luar negeri dengan bahan yang berbahaya. Kok bisa-bisanya mereka menetapkan regulasi seperti itu untuk rakyatnya? Sungguh hipokrit dan serakah, karena brand-brand tersebut perlu membayar uang yang sangat besar untuk animal testing di China.

Sangat disayangkan karena semisal sebuah produk benar-benar dibuat dengan bahan yang cruelty-free dan hasil produknya tidak di tes ke hewan, namun dijual ke China maka mereka akan langsung nyungsep di lubang tidak cruelty-free hanya karena mau jualan di China. /sigh

sumber foto: PETA


Apakah saya menyesal harus meninggalkan brand-brand kesukaan saya perlahan? Tentu saja tidak, malahan saya sangat lega dan senang karena saya mengikuti kata hati saya dan nilai-nilai yang saya pegang.

Saya sadar sejak saya mulai mendukung produk-produk yang cruelty-free, saya menjadi lebih bahagia melihat kulit saya yang perlahan mulai menua secara alami. Saya juga menjadi lebih pemaaf melihat kulit saya yang tidak sempurna karena banyaknya flek di kulit yang muncul akibat faktor genetik. Saya menjadi lebih mencintai diri saya apa adanya dan tidak stress apabila saya lupa menggunakan skin care. Saya juga tidak mudah terpengaruh dengan iklan, tidak fomo, tidak gampang ikut-ikutan produk yang sedang viral, dan merawat diri saya tidak hanya dengan skin care dan kosmetik dari luar. Saya menjadi sangat menghargai diri sendiri dan tidak 'maksa' ingin mengubah diri saya menjadi orang lain. Saya merasa lebih nyaman terhadap diri saya sendiri sekarang, malah walaupun kulit saya banyak flek hitam dan bekas jerawat, saya menjadi percaya diri untuk bare face.

Aneh ya? Tidak kok. :)

Dengan berjuang menyuarakan no animal testing, saya jadi menyadari bahwa kita sebagai manusia sangat takut tua dan mati. Kita sangat takut menjadi jelek karena beauty standard yang ditampilkan oleh para artis dan k-idol dimana seorang wanita harus sempurna tanpa kekurangan. Badannya harus putih, tinggi dan kurus. Matanya harus ada lipatan dan besar. Bibirnya harus di filler supaya tebal seperti Kylie Jenner. Hidungnya harus mancung dan kecil, dan lain sebagainya.

Bisa dilihat dari banyaknya beauty klinik yang buka dimana-mana dengan segudang treatment untuk merubah wajah kita dimulai dari filler, botox, tarik benang, sulam mata (operasi lipatan mata), suntik putih dan lain-lainnya. Juga masalah kepercayaan diri anak-anak muda saat ini yang sedikit-dikit membahas soal glowing dan perawatan. Ini sangat meresahkan karena daripada meningkatkan kecerdasan otak dan wawasan mereka, malah lebih memusingkan masalah beli skin care yang mana di toko oren. :(

Aku jadi berpikir, apakah harga diriku hanya dari penampilanku saja? No, I prefer my brain than my look!

Untuk saat ini, tentu saja masih banyak produk dari brand yang tidak cruelty-free yang saya gunakan. Namun, tentu saja saya tidak akan membuangnya karena malah mubazir dan menambah banyak sampah. Saya akan tetap menggunakannya sampai habis walaupun itu membuat saya sedih, karena sebagai pengingat bahwa saya tidak boleh beli produk-produk yang di test ke hewan lagi. Setelah habis, tentu saja saya tidak akan membeli brand-brand tersebut lagi sebagai bentuk support saya terhadap brand yang cruelty-free.

Ini saya lakukan dengan harapan bahwa brand-brand ini kedepannya akan stop melakukan animal testing dan dapat berkomitmen untuk menghentikan percobaan kejam kepada hewan untuk seterusnya. Apakah kamu juga mau support issue ini? Yuk, mulai beli produk-produk yang ada logo cruelty-free dari PETA atau Leaping bunny dan juga selalu aware mengenai NO ANIMAL TESTING. Semoga umat manusia akan lebih baik untuk kedepannya yah. :)

Tips Untuk Mencari Pasangan Yang Cocok