Search This Blog

TRANSLATE THIS BLOG

Friday, May 19, 2023

Miskin Mental Lebih Menakutkan Ketimbang Miskin Uang

Mental miskin adalah kata-kata sering disebut oleh para motivator, tapi apa sih maksudnya? Apakah bermental miskin berarti tidak punya uang? Banyak orang masih salah mengartikan bermental miskin berarti tidak punya kecukupan finansial. Sebenarnya tidak sepenuhnya salah dan tidak sepenuhnya benar.




Waktu kecil, aku sering bertemu dengan orang-orang yang memiliki kelakuan yang membingungkan, sangat berbeda dengan yang diajari oleh orang tuaku. Orang-orang ini suka sekali mengeluh dan meminjam uang, mereka malas sekali untuk bekerja dan lebih memilih untuk bersantai-santai di rumah. Katanya, "ngapain kerja, tiduran aja juga bisa makan", namun di sela-sela kesehariannya selalu julid dengan kesuksesan keluarga orang lain.

Dulu aku bingung sekali bagaimana caranya mereka bisa makan tapi tidak perlu bekerja seperti orang tuaku yang banting tulang setiap hari? Ternyata caranya adalah dengan meminta dan mengharapkan belas kasihan orang lain. Orang-orang seperti ini suka sekali hidup seperti benalu tapi mereka tidak sadar dengan kelakuan mereka. Jika dinasehati, mereka bisa marah dan merasa tersinggung, padahal kenyataannya memang seperti itu.

Orang bermental miskin suka menyalahkan orang lain, entah itu Tuhan, hewan yang lewat depan dia, tetangganya yang lebih sukses, dan lain sebagainya. Mereka tidak pernah berkaca dan belajar dari kesalahan mereka, malahan kerap mengulanginya lagi dan lagi. Pada akhirnya akan marah-marah dan menyalahkan nasib, entah jadi depresi buatan atau malah jadi tukang nyinyir.

Mereka saking malasnya tidak ingin sukses, dan kalaupun mereka ingin sukses mereka ingin sekali kaya dan akan selalu mencari jalan pintas. Syukur-syukur jika beneran menjadi kaya lewat jalur ninja, tapi biasanya malah akan semakin gagal dan mereka semakin malas untuk bekerja. Mereka akan mengeluh mengenai berapa banyaknya cara yang mereka coba tapi tidak pernah berhasil, padahal jalan-jalan yang mereka pilih adalah cara orang yang hanya memikirkan keuntungan besar dalam waktu yang singkat.

Orang-orang bermental miskin tidak pernah belajar untuk mengembangkan diri mereka dan mengisi waktu untuk meningkatkan harga diri mereka secara intelektual. Yang mereka pikirkan adalah mereka ingin kaya. Kaya dan memiliki uang yang banyak adalah hal yang mereka nilai baik dan ingin dapatkan. Bagi mereka jika punya uang adalah hal yang keren. Padahal, uang tersebut juga akan habis dalam beberapa hari dan hilang dalam sekejap. Setelah itu, mereka akan kembali mengeluh dan meratapi nasib. Menjadi sangat sinis kepada orang-orang sukses dan yang memiliki banyak uang.

Biasanya, orang-orang ini suka sekali meributkan permasalahan namun malas memilikirkan solusinya. Jika diberikan solusi yang tidak mereka sukai, maka mereka akan marah dan kembali mengungkit masalah yang mereka miliki. Contohnya masalah finansial, keluarga A kesulitan keuangan dan tidak suka diberikan solusi/dinasehati yang benar agar mereka keluar dari kemiskinan. Yang mereka inginkan adalah dipinjamkan uang, dan itupun caranya harus semau mereka padahal mereka adalah si peminjam uang. Seharusnya orang yang meminjam uang kepada orang lain secara tidak langsung harus tunduk dan hormat kepada orang yang akan meminjamkan mereka uang. Walaupun tidak menyenangkan, tapi itulah realita hidup. Orang bermental miskin sangat susah untuk merendah dan biasanya memiliki sifat yang sombong dengan harga diri yang terlalu tinggi.

Orang-orang sukses yang aku observe di sekitarku memiliki sifat yang rendah hati dan tidak merasa diri mereka tinggi. Mereka adalah orang-orang luar biasa yang punya hati yang besar, selalu ingin belajar, bisa menerima kritik dan sangat disiplin. Orientasi mereka adalah masa depan, karena itu apapun yang mereka kerjakan sekarang adalah untuk dinikmati nanti, bukan saat ini. Berbeda dengan orang bermental miskin yang jika punya uang akan langsung dia pakai untuk dinikmati saat ini, seperti langsung menghabiskan uang mereka untuk membeli tas mahal, makan fine dining, beli tiket pesawat dan hotel, dan juga kesenangan lainnya yang tidak produktif. Apakah tidak boleh self-reward? Tentu saja boleh pada kadarnya dan batasnya sesuai financial plan masing-masing. Namun, kita semua harus sadar bahwa self-reward bisa jadi sebuah gimmick dunia kapitalis agar orang-orang kerap menghabiskan uang mereka dan berhutang. Masuk ke dalam lingkaran setan.

Kalau kalian perhatikan, banyak orang bermental miskin yang tanpa sadar suka membenci uang. Berpikir uang adalah akar dari semua kejahatan. Mereka suka bilang, "uang tidak penting, uang bukan segalanya", tapi selalu meributkan soal uang. Daripada merencanakan keuangan untuk masa depan, mereka lebih suka mengeluh bahwa uang adalah penyebab keributan. Padahal, keributan yang timbul adalah salah mereka sendiri yang lalai dan malas untuk berpikir keluar dari permasalahan mereka. Seperti yang aku bilang di atas, mereka harus selalu menyalahkan sesuatu. Yang kali ini uang yang mereka salahkan.

Orang-orang seperti ini selalu banyak alasan, defensif dan tidak suka mengakui kesalahan mereka. Sifat mereka inilah adalah penyebab mereka tidak bisa berkembang menjadi orang yang lebih baik karena mereka tidak mau mengakui kesalahan dan enggan intropeksi diri agar lebih baik. Biasanya jika disebutkan kesalahan dan kegagalannya, mereka bisa menggila dan histeris, bukannya berkaca dan belajar dari kesalahan mereka malah bisa menyerang kita dengan kata-kata.

Menurut aku, bermental miskin lebih menakutkan ketimbang miskin uang karena orang yang miskin uangnya bisa memperbaiki taraf kehidupan mereka jika mereka memiliki mentalitas yang kaya. Sedangkan orang yang miskin mental akan sulit sekali untuk 'naik level' karena cara pikir dan cara hidup mereka yang seperti itu.

Orang yang miskin mental belum tentu keuangannya miskin, dan orang yang miskin uang belum tentu mentalnya miskin. Biasanya orang yang bermental kaya jika terpuruk maka bisa bangkit lagi, bisa lebih baik dari sebelumnya dan mereka tidak mudah menyerah dengan keadaan. Daripada mengeluh mengenai keadaan dan meratapi nasib, mereka lebih suka mencari solusi agar bisa memperbaiki kehidupan mereka dan tidak segan belajar dari orang lain yang lebih sukses dari mereka.




Tips Untuk Mencari Pasangan Yang Cocok