Search This Blog

TRANSLATE THIS BLOG

Friday, January 11, 2019

Toxic

Sebelum kamu mulai baca, kamu perlu tahu kalau topik ini topik sensitif, jadi jangan baca pakai perasaan, nanti baper sendiri. 


Belakangan ini aku melihat banyak sekali orang-orang yang share mengenai masalah pasangan hidup dan pernikahan. Mereka dihujani dengan pertanyaan, sindiran, paksaan dan hinaan yang mengganggu kehidupan mereka, terutama dari generasi diatas mereka. Tidak sedikit yang psikologisnya jadi agak terganggu dengan masalah ini.






"Kapan nikah?"

"Kapan punya pacar?"

dan Kapan lainnya.



Tentu saja aku sudah pernah mengalami semua itu, baik dengan bercanda, serius, disindir dan juga dihina secara langsung di depan wajahku. Kalau mereka itu hanya teman atau orang yang tidak dekat, masih sangat mudah untuk mengatasinya.


Tapi bagaimana kalau mereka adalah orang-orang yang cukup dekat berada di sekitar kita dan lebih tua? Seperti tante-tante atau om-om yang sesepuh atau teman-teman orang tua kita yang pendapatnya bisa menjadi pisau dalam kehidupan kita?


Mungkin kalau sekali-kali tidak sulit, cukup ditelan dan didiamkan saja. Namun bagaimana kalau terus-terusan? 


Masalahnya kesabaran itu ada batasnya.






Aku sangat tidak suka jika orang lain mencampuri kehidupan pribadi aku, biasanya aku tidak akan diam saja. Hal ini yang menyebabkan aku di cap "anak kurang ajar" karena berani mengutarakan pendapatku, sehingga aku dianggap berani membalas omongan orang yang lebih tua.


Padahal niatku bukan untuk membalas atau menjatuhkan mereka seperti yang mereka lakukan kepadaku, but

I'm merely just stating my thought to their judgement


Mungkin mereka akan berkata:

"Kita kan cuma kasih tahu, tidak mau dengar ya sudah!"


tapi masalahnya, biasanya 'ya sudah' mereka akan terus berlanjut sampai mereka dituruti









Menurut aku, kesopanan itu perlu dan sudah pasti standard kesopanan setiap orang berbeda-beda. Apalagi dengan adanya perbedaan generasi, budaya, dll.


Dengan menjawab sindiran dan hinaan dari mereka yang lebih senior dengan pemikiran dan alasan logis dari kita, apakah itu tidak sopan? Lalu mereka yang menyindir terlebih dahulu apakah mereka sopan? 



Kalau kamu dikasih racun, kamu akan telan racun itu atau kamu tolak/buang?







Kamu tahu kenapa mereka bisa marah dan men-cap kita kurang ajar kalau kita berpendapat dan mengutarakan pemikiran kita kepada mereka? Karena gengsi mereka akan jatuh jika orang yang lebih muda dari mereka dapat mengutarakan pemikiran dengan logis.


Ada yang pernah bilang ke aku:

"Sama yang lebih tua tidak boleh dilawan walaupun mereka salah, walaupun mereka salah harus dibenarkan, jadi kalau orang tua lagi ngomong, kamu diam saja!"


I was like ....


Jika kita diam, mereka puas dan mereka senang. Jika kita menjawab maka mereka akan merasa buruk.


Nyatanya, mereka tidak senang kalau kita tidak sakit hati, mereka tidak merasa puas jika kita tidak sedih dan tertekan. 


Apakah karena mereka lebih tua lantas semua yang mereka katakan benar? Apakah karena mereka lebih tua mereka boleh berkata menyakitkan dan menghina kita? Jujur aku sangat heran, sedih dan miris, kenapa hal ini banyak sekali terjadi di Indonesia?






Beberapa dari mereka berasalan, "Saya kan peduli sama kamu makanya saya ngomong gini, harusnya kamu berterima kasih!"



Dengan alasan peduli, lantas perlu menghina? Jika memang benar-benar care dengan tulus, aku rasa caranya tidak seperti itu.


Aku tidak heran kalau hal ini akan diwariskan secara turun-temurun ke generasi-generasi berikutnya karena yang menurunkan racun ini tidak pernah berkaca dan tidak akan pernah sadar sampai akhir hayatnya.


Menurut aku, tua dan muda sama saja. Kesopanan dan kebaikan berlaku untuk semua umur, baik dari kecil sampai dengan yang sudah uzur.


Apa sulitnya saling menghormati dan menghargai?







Hanya karena kebiasaan mulut-mulut beracun menyebarkan bisa, dapat menghancurkan kehidupan orang lain. Tidak ada yang tahu selain adik-adikku betapa depresinya aku saat ditekan dan dihina. Aku sempat ingin menghilang saja karena sudah muak.


Namun, Tuhan itu baik. nyatanya Aku bersyukur dengan segala sindirian dan hinaan yang pernah aku terima, karena aku menjadi lebih kuat, lebih dewasa dan lebih bahagia!






At least, aku tahu aku tidak perlu menyindir, menghina dan menjelekkan hidup orang lain untuk membuat diriku merasa lebih baik. Aku tidak perlu membanding-bandingkan hidupku dengan orang lain karena aku merasa sudah cukup puas dengan apa yang aku miliki.


Salah satu hal yang aku pelajari, tidak perlu menggubris mereka sama sekali, walaupun itu menyakiti kita ataupun penghakiman mereka tentang kita tidaklah benar, tidak apa-apa. Biarkan saja.


Aku menjadi sadar bahwa:





and







Aku tidak menelan racun tersebut.



Aku berharap kalian juga sama, jangan karena benci dan dendam lalu kita melakukan hal yang sama dengan mereka. Aku tahu tidak mudah, tapi aku yakin kita semua bisa melakukannya!









Apakah punya pacar dan menikah adalah satu-satunya hal yang membuat bahagia?
Menurut aku tidak. Biarpun aku sudah menikah, cara pandangku tentang hal ini tidak berubah.


Aku melihat banyak sekali keluarga-keluarga yang dari luar kelihatannya berpendidikan, bersahaja dan bahagia, namun ternyata dalamnya bobrok, suami dan istri setiap hari bertengkar, bahkan mereka dapat tanpa sadar memperlihatkannya di depan anak-anaknya dan orang-orang di sekitar mereka. 


Bagaimana anak-anak mereka tidak meniru perilaku orang tuanya di kemudian hari?


Ada yang menikah karena paksaan dan tekanan orang-orang di sekitar mereka, lalu beberapa tahun kemudian bercerai karena salah satu pasangan berselingkuh. Apakah harus seperti ini?







Dulu saat aku melihat dan mendengar kejadian-kejadian tersebut, aku semakin yakin kalau tidak semua orang yang menikah itu bahagia.


Ada yang terpaksa hanya karena tidak mau dihina orang lain karena tidak laku, karena umur dan karena gengsi berlebihan, tidak mau dilihat sebelah mata oleh orang lain.


Ada yang terpaksa demi kebahagiaan orang lain, contohnya: orang tua.


Ada juga yang rela menjadi istri simpanan, yang penting sudah berstatus menikah dan hidup dengan uang berlimpah walaupun tidak ada seorangpun yang pernah bertemu suaminya, Ia hanya akan menjawab, "suami saya pebisnis dan sibuk, jarang sekali ada di rumah, yang penting kan hidup saya enak".


Yah aku hanya bisa bilang kalau hidup itu memang pilihan masing-masing, mungkin menurut kita mereka berbeda, namun bukan hak kita untuk menghina dan mencemooh cara hidup orang lain.


Jangan tertular racun tersebut.


Lalu bagaimanakah dengan gerombolan mulut beracun?


Kita tidak akan bisa mengubah mereka karena mereka sudah terbiasa menghakimi orang lain. Jadi lebih baik kita doakan saja semoga mereka bisa berubah, karena yang dapat memberkati mereka dengan kesadaran hanyalah Tuhan.


Jika kamu masih dapat bersabar dan kuat menahan diri, bahkan sadar dan tidak melakukan hal yang sama seperti mereka, bersyukurlah dear, because you're blessed.  :)

Kita tidak mungkin bisa mengontrol mulut orang lain, kita tidak mungkin bisa mengontrol apa yang orang lain pikirkan tentang diri kita, tidak mungkin semua orang akan menyukai kita.







Kamu pernah dihina dan disindir seperti ini?


"Gak usah jual mahal, kamu kira kamu cantik? Lama-lama nanti kamu juga tua dan gak laku, di sale juga gak ada yang mau!"

"Gak usah picky, sudah bagus ada yang mau!"

"Kamu jelek sih, dandan kek. Makanya gak ada yang mau kan."

"Buruan donk cari pacar dan nikah, nanti papa mama kamu keburu mati nungguin cucu, kasihan kan. Masa kamu gak peduli?"

"Sudahlah gak usah terlalu banyak milih, yang penting baik, sayang sama kamu, apa susahnya sih?"

"Oh masih belum laku? Gak heran, sombong sih!"

"Ya ampun, masa kamu belum pernah pacaran? Makanya jangan belajar terus! Uda ketuaan kan makanya gak ada yang mau."

"Kamu jangan terlalu alim, nanti jadi perawan tua loh."

"Eh kamu udah umur segini masih tinggal bareng orang tua? Dasar benalu!"







dan kata-kata menyakitkan lainnya.


Tenang saja, kamu gak sendiri kok. Dan tenang saja, kamu gak benar-benar salah dengan menjadi picky. Hey, pernikahan itu cuma sekali seumur hidup, menikah itu bukan sembarangan asal pilih perempuan/laki-laki untuk jadi pasangan hidup. Pakaian dalam saja kita perlu pilih dengan seksama, bahannya, modelnya, mereknya, harganya, masa pilih pasangan lebih gampang dari pilih kolor?


Apakah salah jika kita menikah di usia yang tidak muda?


Lagipula siapa sih yang membuat peraturan kalau menikah itu harus sebelum umur 25? Bagaimana jika kita baru menemukan pasangan hidup kita yang sesungguhnya itu setelah umur 25?


Aku menikah di umur 31, umur yang sudah tidak muda. Aku tidak malu mengakuinya karena aku menikah dengan orang yang tepat. Dan aku tidak peduli dengan apa yang orang lain pikirkan tentang aku, karena aku juga tidak peduli dengan mereka.








Di saat akan menikah, aku kira aku hanya akan mendengar ucapan selamat dan tidak ada lagi komentar yang tidak mengenakan, namun yang namanya mulut beracun tetap akan selalu berbisa.


"Ya ampun, akhirnya kamu nikah juga. Gini donk, gak bikin malu keluarga."

"Gila kamu kurus banget, kaya tulang! Jelek! Kamu pengantin paling kurus yang pernah saya lihat."

"Ya lumayan baju kamu, tapi kurang 'wah'."

"Kok kamu kelihatan lebih tua yah dari suami kamu?"


dan komentar-komentar gak penting lainnya.







Tapi aku sudah biasa, sudah cukup kebal. Mungkin karena skill kebal ku sudah level maksimal dan defense ku sudah tinggi, jadi sudah tidak mempan. Aku hanya membalas dengan tersenyum dan aku anggap lawakan saja.


Racun itu akan selalu berbisa, salah-salah bisa membuat kita mati. Hati-hati dan hindari orang-orang yang menyebarkan racun, selalu waspada dan jangan meladeni mereka dengan hati, karena pada akhirnya kitalah yang akan makan hati.







Orang-orang seperti itu tidak akan bisa berubah, jadi percuma jika kita berharap mereka akan stop menyakiti kita. Yang dapat kita lakukan adalah bagaimana menyikapi dan bereaksi terhadap serangan mereka. Tidak ada orang yang benar-benar berhati seperti malaikat, kita bisa saja jadi membenci dan dendam kepada mereka, bahkan mengutuk mereka balik.


But, don't do that guys.







Disaat seperti itu aku minta pertolongan Tuhan untuk membantu aku menghilangkan hawa-hawa negatif di dalam diriku seperti pikiran yang buruk, kebencian dan dendam terhadap mereka.


Supaya kata-kata mereka tidak terngiang-ngiang di kepalaku, aku menghabiskan waktuku melakukan hal-hal yang aku sukai dan menyenangkan supaya tidak lagi terbayang-bayang dengan penghinaan mereka.


Dan satu lagi, jangan malu untuk cerita perasaanmu ke orang yang mengerti dirimu supaya mereka dapat mendengarkan dan membuat perasaanmu lebih baik.


Dan katakan ini kepada dirimu sendiri:


Your negativity won't reach me.








Jangan sampai hidup kita jadi tidak bahagia karena mereka. Jangan sampai kita jadi mengambil keputusan yang salah karena tekanan orang lain dan kita jadi tidak bahagia selamanya!


I really mean it.










Sorry kalau jadi nulis panjang lebar gini. Aku berharap tidak ada pihak manapun yang tersinggung karena tujuan aku nulis ini bukan untuk menyinggung pihak manapun, kalaupun ada yang merasa, aku dengan tulus minta maaf.


Tapi yang jelas ini curahan hati aku dan aku merasa aku harus nulis karena aku sedih melihat banyak orang-orang yang terpaksa menikah karena tekanan orang-orang yang tidak bertanggung-jawab.

Tidak hanya itu, aku juga sedih melihat banyak orang-orang kehilangan kepercayaan diri mereka karena disiram racun terus menerus.


Dan aku berharap kalian yang saat ini sedang tertekan karena masalah ini akan merasa lebih baik karena kalian tidak sendiri. Aku berdoa semoga kalian bisa sabar dan kuat menghadapi mulut-mulut beracun di sekitar kalian.


Ingat, Tuhan tidak pernah tidur.


Good Luck!

Tips Untuk Mencari Pasangan Yang Cocok